Senin, 15 Agustus 2011

Ratusan Puskesmas tidak memiliki Dokter, pelayanan kesehatannya bagaimana ?


JAKARTA, KOMPAS - Ratusan puskesmas di Indonesia tidak memiliki dokter umum. Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Supriyantoro, Sabtu (13/8) di Jakarta.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, tahun 2008 ada 8.548 puskesmas, tahun 2009 meningkat jadi 8.737 puskesmas. Hampir 300 puskesmas tidak memiliki dokter. Pelayanan dilakukan oleh perawat.

Supriyantoro mengatakan, dokter tidak diwajibkan mengabdi di puskesmas sejak penghapusan wajib kerja sarjana. Puskesmas yang belum terisi dokter, antara lain, di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Di Papua Barat, misalnya, ada 240 dokter umum untuk 120 puskesmas.

Pemerintah menggodok skema untuk mengatasi keterbatasan dokter. Supriyantoro mengatakan, perguruan tinggi diimbau memprioritaskan calon dokter spesialis yang sudah mengabdi di puskesmas daerah. Pemerintah juga memberikan beasiswa kepada dokter yang pernah bekerja di puskesmas untuk mengambil spesialisasi. Tiga tahun terakhir, pemerintah menyekolahkan 2.000 dokter untuk mengambil spesialisasi anak, obstetri-ginekologi, dan anestesi.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Prijo Sidipratomo menegaskan, Pembangunan yang hanya terpusat di Kota-kota besar harus bertanggung jawab. Saat ini, alokasi APBN untuk sektor kesehatan hanya 2,3 persen. Padahal, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan alokasi APBN minimal 5 persen dan APBD 10 persen.

Kajian Yayasan Swadaya Mitra Bangsa yang bergerak di bidang pengawasan anggaran di Sulbar dan Sulsel menunjukkan, mayoritas APBD di daerah tersandera kebutuhan belanja pegawai dan pembenahan infrastruktur.

Dalam Forum Diskusi Kajian Kesehatan dan Pembangunan, Jumat (12/8), mantan Menteri Kesehatan Prof FA Moeloek menyatakan, pemerintah harus membuat rencana jangka panjang sektor kesehatan untuk menjamin hak tiap warga negara atas pelayanan kesehatan. Perlu kebijakan yang mendorong pemerataan pembangunan dan penyebaran tenaga kesehatan. Hal itu bisa dilakukan dengan penerapan UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Jumat siang, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Aksi Jaminan Sosial berunjuk rasa di depan Stasiun Kereta api Bogor. Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri, mengatakan, RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai prasyarat penerapan UU SJSN harus segera disahkan guna menjamin hak warga mendapat pelayanan kesehatan. (SIN)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar